Tuesday 17 December 2024

Tiga Maestro Tari Tradisional Dipentaskan

Tiga orang empu tari tradisional Indonesia akan mementaskan karya-karyanya dalam acara bertajuk Maestro! Maestro! di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (18/12) malam.

Acara yang digelar Dewan Kesenian Jakarta ini akan menampilkan karya-karya tiga empu tari Indonesia.  Mereka adalah Syamsuar Sutan Marajo (65 tahun), Irawati Durban Ardjo (70 tahun) dan Amaq Raya (80 tahun).

"Peristiwa tari Maestro! Maestro! yang digelar tahun ini merupakan yang ke delapan kalinya, sejak digelar 2009 lalu," demikian yang disampaikan DKJ dalam siaran persnya.

Syamsuar Sutan Marajo, asal Saniang Baka, Solok, Sumatera Barat, merupakan maestro Tari Tan Bentan. Tarian itu dipelajarinya langsung dari mendiang Jamin Manti Jo Sutan, yang terkenal sebagai pakar Tari Piring serta Tan Bentan.

Adapun Irawati Durban Ardjo adalah salah satu murid Tjetjep Sumantri yang terkenal memperkenalkan tari Sunda sejak tahun 1950an yang akan mementaskan Tari Merak Bodas. Tari ini merupakan pengembangan terbaru dari karya klasiknya, Tari Merak, yang asalnya diciptakan pada 1965. Irawati Durban juga akan mementaskan Tari Klana Bandopati Losari yang diambil dari salah sastu repertoar ragam Tari Topeng Cirebon gaya khas Losari.

Sementara, Amaq Raya akan menampilkan Tari Gagak Mandiq – yang lebih dikenal sebagai dasar pengembangan tari kreasi baru di Lombok – yang diciptakan pada 1950an.

Mengkritisi Tradisi

Program Maestro! Maestro! diawali tujuan untuk menampilkan para empu penari tradisi yang mencerminkan kekayaan kebudayaan tari lokal di Indonesia. Sejak dilaksanakan pada 2009, acara ini telah mementaskan beragam tari tradisi yang ditarikan sendiri oleh sang empu sebagai sumber gerak tradisi yang diwakilinya.

Pengecualian terjadi di edisi keenam yaitu pada 2012 ketika program bertema Dialog Tari menampilkan para empu yang tidak melulu berlatar tari tradisi Indonesia.

Sementara pada edisi 2013 ini, Maestro! Maestro! tidak hanya ingin menampilkan para empu sebagai sumber referensi tradisi, namun juga mulai menempatkan istilah ‘tradisi’ dan ‘tradisional’ ke dalam konteks historis yang lebih kritis.

Pendekatan serta perspektif kritis ini, akan tercermin dalam pemilihan ketiga Maestro pada edisi 2013.

"Masing-masing mewakili tiga jenis tari yang memiliki asal-muasal serta jejak historis yang berbeda satu sama lain.  Membicarakan tradisi sebagai sebuah persepsi dan perspektif historis-artistik inilah yang akan dirintis mulai Maestro! Maestro! ke-8 ini,” seperti dikutip dalam siaran pers DKJ.

Semoga dengan pendekatan seperti ini, bisa menjadi landasan untuk membaca kembali tari tradisi Indonesia secara kritis untuk mengenal kebudayaan Indonesia, dan memahami kompleksitas sejarah tari Indonesia. (sumber: BBC Indonesia – diks)