Thursday 12 September 2024

Elman Saragih, Anak Kebun yang Berutang Budi kepada Kampung Halaman

SEBELUM aktif sebagai calon anggota legislatif (caleg), Elman Saragih kerap tampil di Metro TV sebagai nara sumber untuk program acara Bedah Editorial Media Indonesia. Dalam acara itu, sebagai anggota Dewan Redaksi Media Group, Elman selalu bersuara lantang, sistematis dan jernih.

“Saya suka kalau Elman tampil dalam acara, sebab ulasan yang disampaikan mudah dicerna. Lugas, apa adanya,” kata seorang penonton Metro TV.

Namun, beberapa pekan lalu ia resmi berpamitan kepada para penggemarnya, sebab sebagai caleg DPR-RI yang diusung Partai NasDem, ia harus berkonsentrasi memenangkan partai pembawa restorasi itu di daerah pemilihannya, Sumatra Utara III. Di dapil ini, Elman Saragih menempati nomor urut 2. Konsekuensinya, ia tidak bisa rangkap peran di dunia jurnalistik tersebut.

Dalam hari-hari terakhir ini hingga setidaknya mendekati Pemilu 2014 yang akan digelar April tahun depan, Elman harus sering-sering ke daerah pemilihannya guna bersilaturahmi dengan para koleganya, sekaligus dalam rangka memantapkan posisi Partai NasDem di Sumatra III.

Elman mengaku bangga dipercaya Partai NasDem sebagai caleg untuk menyuarakan aspirasi warga kampung halamannya, tempat di mana Elman dibesarkan sebelum meniti karier di dunia jurnalistik di Jakarta.                         

Elman Saragih dilahirkan di Pematang Siantar 15 Maret 1953. Ia anak keempat dari 12 bersaudara. Ayahnya, Mardi Saragih, adalah seorang kuli di perusahaan perkebunan yang berlokasi di Desa Sidamanik, Pematang Siantar. Tugas utama sang ayah adalah menjaga mesin pengolah daun teh.

Dicalonkan Partai NasDem sebagai caleg di Dapil Sumatra III, Elman teringat kembali masa kanak-kanaknya. Ia  menempuh pendidikan dasar di Sekolah Rakyat Sarimatondang. Semasa kanak-kanak, orang tuanya mengajarkan kepadanya untuk patuh kepada orang tua, terutama ayah yang bersusah payah mencari uang untuk membiayai makan dan biaya sekolah Elman, kakak dan adik-adiknya. Berapalah gaji seorang kuli?

Sepulang sekolah, Elman punya tugas rutin, yaitu mengantar makanan untuk sang ayah. Untuk keperluan ini, ia harus berjalan kaki sejauh 2 km dari rumahnya yang sederhana. “Di lokasi perkebunan, saya harus ketemu para mandor yang galak-galak,” kata Elman mengenang masa kecil lebih dari setengah abad yang lalu.

Setelah lulus SD, Elman melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri Sarimatondang (1968-1971). Lulus SMP, ia meneruskan ke SMA Kristen Pematang Siantar. Karena jarak rumah dengan lokasi sekolah cukup jauh, ia dan kawan-kawan naik truk perkebunan, dan baru pulang menjelang petang. “Setiap hari jam makan siang saya sekitar pukul lima sore,” kata Elman yang mengaku dirinya sebagai “anak kebun” ini.

Karena itulah di saat usianya kini sudah 60 tahun, Elman mengatakan, “saya berutang budi kepada kampung halaman yang kini jadi daerah pemilihan saya. Saya ingin dan akan saya perjuangkan anak-anak para karyawan perkebunan di Pematang Siantar ke depan jauh lebih maju. Jangan sampai anak seorang kuli perkebunan nantinya bekerja di sana juga sebagai kuli.”

Setelah lulus SMA, Elman merantau ke Pulau Jawa dan kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Di kota kecil berhawa sejuk ini, Elman berusaha mandiri. Pekerjaan apa pun selama halal dilakoni. “Saya pernah jadi centeng bioskop,” katanya.

Begitu lulus dari perguruan tinggi tersebut, Elman ke Jakarta, kota yang memperkenalkannya dengan dunia kewartawanan yang penuh dengan tantangan dan idelaisme. Dunia ini pulalah yang membesarkan dan memopulerkannya serta melambungkan namanya.

Berkali-kali ia meniti karier sebagai jurnalis di media massa yang berbeda-beda. Tercatat, ia pernah bekerja di surat kabar Sinar Pagi selama satu tahun. Lepas dari Sinar Pagi, ia sempat pula bekerja di koran Lensa Generasi selama enam bulan. Dari koran ini, ia kemudian bergabung ke surat kabar Suara Karya, koran yang berafiliasi ke Golongan Karya.

Saat bekerja di Suara Karya, ia banyak melakukan liputan di gedung DPR dan meliput peristiwa-peristiwa politik. Dari sinilah ia banyak menjalin hubungan dengan para tokoh politik. Profesi wartawan juga menuntunnya untuk belajar politik dan menguasai hampir semua persoalan yang tengah terjadi di negeri ini.

Maka tidak berlebihan jika ketika Surya Paloh mendirikan surat kabar Prioritas, Elman diminta untuk memimpin surat kabar yang usianya cuma satu tahun itu, karena dibredel oleh penguasa, karena sesuatu yang tidak jelas.

Setelah PT Citra Media Nusa Purnama di bawah kepemimpinan Surya Paloh mengelola dan menerbitkan surat kabar Media Indonesia, Elman Saragih kembali dipercaya memimpin divisi redaksi. Ia juga pernah ditugaskan memimpin koran Mimbar Umum Medan yang satu grup dengan Media Indonesia.

Elman Saragih piawai dalam memimpin dan merencanakan isu-isu pemberitaan untuk surat kabar yang dipimpinnya. Oleh sebab itu bisa pula dipahami jika Surya Paloh mempercayakan Elman untuk memimpin divisi redaksi Metro TV sebagai pemimpin redaksi sejak 2005 hingga 2013 saat kampung halamannya sudah memanggilnya sebagai caleg.

Elman bangga menjadi caleg Partai NasDem, sebab partai yang mencalonkan punya visi misi yang jelas, yaitu memulihkan Indonesia yang sedang sakit. “NasDem adalah satu-satunya partai yang tidak sedang menyandang penyakit atau cacat. Dengan begitu sangat mudah bagi masyarakat untuk memilih sekaligus mengawasi dan menjaga agar tidak sakit,” katanya.[]