80 persen Calon Hakim Tipikor Bermasalah
JAKARTA (25 Agustus): Anggota Komisi Yudisial (KY), Taufiqqurohman Syahuri mengatakan, lebih dari 50 persen calon hakim tipikor yang direkomendasikan MA dinilai bermasalah.
"Lebih dari separuh hakim yang mendaftar menjadi hakim tipikor, yang bermasalah sekitar 80 persen dari total yang mendaftar," ujar Taufiq kepada Media Indonesia hari Minggu (25/8).
Taufiq menambahkan, ada beberapa jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan calon hakim tipikor antara lain, komitmen anti korupsi yang kurang, permisif, terbiasa melakukan lobi membantu perkara dan menerima suap, pernah melakukan kekerasan rumah tangga, poligami siri, berselingkuh dan berbuat asusila serta manipulasi waktu kerja. "Bahkan ada yang pernah menjadi DPO," tutur Taufiq.
Informasi tersebut menurut Taufiq diperoleh dari hasil temuan dari rekam jejak yang dilakukan KY dibantu oleh LSM serta informasi dan laporan dari masyarakat. "Tes lapangan dilakukan oleh KY, dengan melakukan rekam jejak lapangan kepada para calon tersebut. KY dibantu oleh jejaring masyarakat seperti LSM, mahasiswa, wartawan. Jejaring KY sudah dibina dengan baik," imbuhnya.
Taufiq menjelaskan dari 40 hakim yang lulus profile assessment dari MA, KY merekomendasikan hanya sedikit yang bisa lolos. Kriteria hakim tipikor, menurut KY antara lain, komitmen antikorupsi, integritas baik dan bersih, berperilaku baik dan tidak tercela di mata masyarakat, serta profesional dan memiliki pemahaman keilmuan tentang tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, Taufiq mengungkapkan, sejak tahun lalu MA meminta KY untuk membantu memberikan rekomendasi dalam pemilihan hakim Tipikor. "Tahun lalu, MA meminta KY melakukan investigasi dan rekam jejak dari hakim yang mendaftar sebagai hakim tipikor. Dari 60 calon yang lulus hanya 4 hakim," katanya.
Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum pidana UI, Andi Hamzah mengatakan tidak perlu hakim ad hoc yang menjabat sebagai hakim tipikor. Hakim karier saja yang diseleksi dengan baik dan benar. “Hakim ad hoc itu pengalaman jadi hakimnya tidak ada. Kemudian, hakim-hakim ini yang betul-betul memiliki integritas yang tinggi yang diseleksi menjadi hakim tipikor. Perlu dipikirkan barang kali tidak perlu hakim ad hoc. Hakim karier saja yang diseleksi benar-benar,” kata Andi.*