News
Saturday, 31 August 2024

Capres Koalisi Partai Islam, lakukah?


JAKARTA (31 Agustus): Koordinator Sigma Said Salahudin menilai, adalah lumrah adanya wacana koalisi partai Islam yang digagas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam rangka mengusung Capres dari tokoh Islam.

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, ide dari parpol Islam itu tidak berlebihan. "Namanya juga ikhtiar politik. Tidak apa-apa," ujar Koordinator Sigma Said Salahudin.

Akan tetapi, Said mengingatkan, konstelasi politik Indonesia hari ini sudah sangat jauh berbeda. ''Kekuatan partai berbasis agama tidak lagi sekuat dulu. Eranya sudah berubah. Peta politik antara kekuatan islam dan nasionalis hari ini sudah sangat jomplang. Lihat saja suara partai Islam yang sejak Pemilu 2004 terus mengalami penurunan.''

Andaipun ide itu direalisasikan pascapileg 2014 nanti, Said menilai agak berat. ''Taruhlah PPP, PKS, PKB, dan PBB  berkoalisi dengan memunculkan seorang capres dari tokoh Islam.'' 

Pertanyaannya, kata Said, apakah parpol koalisi itu mampu memenuhi syarat pengajuan capres minimal 20% kursi DPR atau 25% raihan suara sah nasional Pileg 2014? ''Itu persoalan pertama.'' ujarnya.

Kedua, soal prediksi dari PPP yang meyakini capres dari tokoh Islam mampu melampaui Jokowi. "Ini yang saya ragu. Apalagi jika tokoh Islam dimaksud adalah salah satu dari ketua umum dari parpol yang berkoalisi." 

Elektabilitas mereka, lanjut Said, relatif rendah. ''Setidaknya begitu menurut hasil survei. Jangan lupa, Jokowi itu memang bukan representasi tokoh Islam. Tetapi adalah fakta dia pun beragama Islam.''

Said melihat memang masih ada kehendak publik untuk memilih capres muslim. Tapi dia tidak harus seorang tokoh Islam. Cukup dia beragama Islam. 

Tampaknya, menurut Said, pada Pilpres 2014 nanti pemilih akan keluar dari alasan primordial dalam memilih pemimpin. Mereka sudah malas memperdebatkan dikotomi Islam atau nasionalis. Bagi mereka pemimpin yang bersih, jujur, memiliki rekam jejak baik, mengayomi, bersahaja, dan selalu dekat dengan rakyat, jauh lebih penting untuk dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih capres.

''Sebagai perbandingan, kita bisa berkaca pada penyelenggaraan Pemilu Kada DKI Jakarta 2012. Karena Jakarta itu bisa kita sebut sebagai miniaturnya Indonesia. Hasilnya, Jokowi menang.Jika pemilih Jakarta yang mayoritas muslim itu mengutamakan pemimpin dari tokoh islam, tentu bukan jokowi pemenangnya.'' pungkas Said.